Sabtu, 13 Februari 2010

GURU PROFESIONAL, KEBERADAANNYA SELALU ADA



Oleh : SUPANDI, S.Pd, MM


Hampir semua terobosan penting dalam dunia ilmu pengetahuan

diawali dengan melepaskan diri dari tradisi, cara berpikir kuno atau paradigma lama.

(Thomas Kuhn)

Istilah guru profesional menjadi semakin akrab di telinga para guru dewasa ini. Cita-cita untuk menjadi seorang guru profesioanl sudah semakin melekat di hati semua guru baik yang sudah memperoleh sertifikat pendidik maupun yang belum. Greget semacam ini tercermin dari kinerja guru yang mulai berani menerapkan model-model Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Tentunya hal ini tak lepas dari peran serta pemerintah, lembaga-lembaga non pemerintah, dan pemerhati pendidikan dalam upayanya memberikan sharing tentang isu-isu yang berkembang saat ini.

Secara prinsip panggilan menjadi seorang guru profesional sebagaimana yang di amanatkan oleh Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebenarnya sejak awal sudah direspon oleh para guru. Seseorang yang pada awalnya memang sudah bercita-cita menjadi guru, ketika status tersebut disandangnya maka secara otomatis dia menyadari sepenuhnya bahwa menjadi guru adalah merupakan panggilan jiwa. Menjadi guru disadari memerlukan keahlian khusus. Dengan demikian pesan moral yang terkandung di dalam Undang-undang tersebut pada dasarnya sudah Dia miliki sejak awal.

Namun demikian tentunya tidak sesederhana itu dalam merespon pesan yang terkandung dalam Undang-undang Guru dan Dosen tersebut. Komitmen yang tinggi tentunya sangat dibutuhkan untuk mewujudkannya. Hal ini penting mengingat guru adalah sebagaimana manusia pada umumnya, yang memiliki sifat-sifat manusiawi. Sifat-sifat manusiawi manusia di dalamnya terdapat dua sisi yang saling kontradiktif ; semangat vs malas, kreatif vs pasif, idealis vs masa bodoh.

Terkait dengan sifat manusiawi manusia sebagaimana dijelaskan diatas, kelahiran Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tidak dapat dipungkiri telah dan akan memberikan pencerahan yang cukup berarti bagi guru dan dosen. Secara finansial jelas bahwa kebijakan memberikan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok tiap bulannya tentunya bisa meningkatkan kesejahteraan para guru. Namun dibalik semua ini yang lebih penting adalah bagaimana para guru memainkan peranannya dalam rangka mewujudkan keinginan pemerintah meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Sikap dasar yang segera dimiliki oleh para guru adalah kemauan untuk menggeser paradigma dari old vision (visi lama) ke new vision (visi baru) yang kreatif dan inovatif. Isu-isu penting yang akan menyertai perkembangan dunia pendidikan adalah persaingan internasional dan terjadinya perubahan mendasar (Ace Suryadi, 2002). Untuk itulah paradigma para guru harus mengalami pergeseran secara mendasar dan kontinyu. Kita hidup dalam suatu abad yang penuh dengan perubahan-perubahan cepat; abad yang dipenuhi dengan penemuan-penemuan baru dalam pengetahuan dan teknologi, hal-hal baru dalam teori, metode, permasalahan, dan pemecahannya.

Empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, komptensi kepribadian, dan kompetensi sosial sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang Guru dan Dosen selayaknya dapat dijadikan acuan untuk melakukan perubahan. Demikianlah konsep dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Sejauh mana implementasi ke empat kompetensi diatas dalam diri kita sebagai guru akan mencerminkan tingkat profesioalitas kita.

Kepada Siapakah Guru Profesional Berguru?

Kompetensi Pedagogik. Kita hidup dalam suatu abad yang penuh dengan perubahan-perubahan yang serba cepat. Hal ini menuntut kita untuk mengikuti perubahan itu. Siapa yang enggan melakukan perubahan maka akan tertindas oleh perubahan yang bergerak lebih cepat. Berbagai penemuan baru termasuk yang berkaitan dengan model-model pembelajaran yang belum kita kenal sebelumnya hendaknya senantiasa kita ikuti dan kita aplikasikan dalam proses belajar mengajar.

Salah satu isu terbaru berkaitan dengan model pembelajaran di kelas adalah model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Model pembelajaran yang mengaitkan antara informasi (ilmu) yang diperoleh oleh siswa dengan situasi dunia nyata ini hendaknya senantiasa kita gali dan kita aplikasikan dalam PBM (Proses Belajar Mengajar).

Salah satu cara untuk bisa memahami dan menerapkan konsep dasar dari model-model pembelajaran yang sedang popular saat ini adalah dengan melakukan sharing dengan rekan-rekan guru melalui forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) atau forum-foru diskusi lainnya.

Dengan banyak sharing dengan rekan-rekan guru kita bisa memperoleh banyak masukan. Kita bisa mengapilkasikan beberapa model pembelajaran yang cukup beragam. Diantara model-model pembelajaran yang terkandung di dalam CTL diantaranya : Cooperative Learning (CL) tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions), CL tipe TGT (Team Game Tournament), dan CL tipe Jigsaw (Expert Team). Disamping itu ada beberapa model lainnya, seperti : Role Playing (bermain peran), Problem Based Intruction (PBI), Course Review Horay (Bingo), Change of pairs (Tukar pasangan), English Debate, Group Investigation, dan lain-lain.

Satu prinsip yang lebih penting yang bisa kita lakukan untuk anak-anak kita adalah bagaimana paradigma mengajar kita bisa menginspirasi anak. Tanpa mengesampingkan bukti autentik berupa nilai hasil belajar anak sebagaimana yang tertulis dalam daftar nilai, namun pada hakekatnya kecenderungan mengutamakan proses belajar justru merupakan sesuatu hal yang lebih penting.

Kreatif dan Inovatif Melalui Sharing

Kompetensi Profesional. Memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kebutuhan pokok seorang guru profesional. Langkah bijak kearah perbaikan diri dengan upaya kongkrit menambah ilmu seharusnya dilakukan secara intens. Guru adalah cermin seorang yang memiliki banyak ilmu. Karena dari gurulah murid berharap banyak adanya transfer ilmu kepada diri mereka. Hal ini juga yang disyaratkan oleh Undang-undang Nomor 14 tahun 2005, yakni terkait dengan kompetensi pedagogik.

Bagaimana dan darimana memperoleh sumber ilmu? Tentunya hal ini tidak terbatas pada referensi-referensi terbatas yang hanya berhubungan dengan disiplin ilmu yang menjadi tanggung jawabnya saja. Posisikan diri Anda sebagai cahaya bagi murid-muridnya. Jadikan diri Anda sebagai sumber inspirator bagi orang lain dan bagi para siswa. Posisikan diri Anda sebagai tokoh idola bagi murid-muridnya melalui pancaran kewibawaan Anda atas dasar cakupan intelektual yang tinggi.

Ada satu inspirasi yang dapat saya tangkap dari guru dan sekaligus sebagai kepala sekolah saya di SMP. Salah satu kebiasaan beliau yaitu membaca satu buah buku dalam setiap malamnya telah berhasil mempengaruhi sisi kehidupan saya untuk melakukan pembiasaan mengkonsumsi buku minimal satu buku dalam setiap bulannya. Ketika buku-buku tersebut tertata rapi di almari kaca maka kecenderungan untuk mengambil dan membacanya lambat laun akan menjadi sebuah kebiasaan dan bahkan kebutuhan.

Demikianlah makna mendalam yang telah diberikan oleh guru saya di SMP. Tentunya kitapun sebenarnya telah banyak memberikan inspirasi kepada anak-anak kita. Hanya saja seberapa besar dan seberapa banyak kuantitas inspirasi yang berhasil mereka ambil adalah meruapakan sesuatu yang unmeasurable (tidak terukur).

Self Control (Kontol Diri)

Kompetensi Kepribadian. Apa yang Anda pikirkan adalah cermin pribadi Anda. Demikian pula apa yang Anda lakukan mencerminkan kepribadian Anda. Pernahkah Anda berpikir bahwa setiap gerak langkah Anda pada dasarnya dinilai oleh orang lain, rekan guru, kepala sekolah, dan bahkan anak? Pernahkah Anda menyadari bahwa apa yang kita lakukan pada dasarnya bisa menginspirasi orang lain?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dibutuhkan adanya penataan diri dan kontrol diri yang handal. Dalam diri setiap individu terdapat internal shift (pergeseran internal). Internal shift harus senantiasa dikendalikan mengingat seringkali internal shift seseorang cenderung menuju ke arah sikap yang kurang menguntungkan, seperti malas atau enggan masuk kelas, tidak kreatif, terlena di zona nyaman, atau bahkan tindakan yang bisa mencemari kode etik guru.

Eksistensi Diri

Kompetensi Sosial. Sosok guru sebagai mahluk sosial sekaligus sebagai guru profesional eksistensinya harus bisa memberikan kemanfaatan bagi sesama, kapan dan dimanapun berada. Dalam dunia pendidikan minimal di tingkat institusi sekolah keberadaan guru profesional harus bisa memberikan sumbangsih yang bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan. Disinilah pentingnya kreatifitas guru dalam upayanya ikut mendorong kemajuan sekolah. Ide-ide segar tentunya sangat diharapkan sebagai masukan positif untuk kepentingan prestasi sekolah.

Kenyataan yang ada menunjukkan adanya inferioritas di kalangan para guru, merasa tidak lebih baik untuk menyampaikan ide. Mereka lebih cenderung menghindar dari hal-hal yang sekiranya mengandung resiko dan berbenturan dengan kebijakan yang ada. Sebagai imbas dari sikap-sikap yang demikian adalah tersumbatnya ide-ide segar.

Pengalaman membuktikan bahwa selama ide-ide yang disampaikan mengacu kepada kepentingan anak didik dan kepentingan institusi sekolah maka fenomena diatas tidak selamanya terjadi. Disadari atau tidak, i’tikad baik tersebut akan bermuara pada kemanfaatan prestasi dan kemajuan anak. (***)

Referensi :

  1. Tengku Ramly, Amir & Trisyulianti, Erlin, Pumping Teacher, Kawan Pustaka Depok, 2006.
  2. Nurdin, M, Pendidikan Yang Menyebalkan, Ar-Ruzz Media, Jogyakarta, 2005.
  3. George Boeree, C, Dr, Metode Pembelajaran & Pengajaran, Ar-Ruzz Media, Jogyakarta, 2008.

Profil Penulis

Nama : SUPANDI, S.Pd, MM.

Tempat/Tgl lahir : Cilacap, 10 Agustus 1965

Alamat : Puri Mujur 163 Kroya – Cilacap - Jawa Tengah

Pekerjaan : Guru SMP Negeri 2 Binangun

Riwayat Pekerjaan: Guru honorer di SMP PGRI 9 Maos Cilacap (1990-1993), Guru di SMPN 2 Binangun Cilacap, Guru Pemandu MGMP Bahasa Inggris, Ketua MGMP Bahasa Inggris periode 2009-2011, Pengurus Agupena Cilacap periode 2009-2014, Pengurus ISPI Cilacap periode 2010-2014.

Motto Hidup : Lakukan perubahan

Phone : (0282) 494921

HP. : 081391274742

e-mail: supandi_mm@yahoo.com

Selasa, 02 Februari 2010

ISPI Cilacap, Secercah Harapan Bagi Pengembangan Profesionalisme Guru di Cilacap


Oleh: Zaenal Arifin, S.Pd.

Bertempat di gedung Bank Jateng Purwokerto, Sabtu 23 Januari 2010, telah dilaksanakan pelantikan pengurus ISPI cabang Cilacap Periode 2010-2014. Pelantikan dilakukan oleh Ketua ISPI Daerah Jawa Tengah, Prof.DR.H. Trisno Martono. Pelaksanaan pelantikan bersamaan dengan kegiatan Seminar dan Lomba Penulisan Artikel. Sebagai ketua adalah Drs. Mirza Gholam Mokhamad dari SMP Negeri 2 Kroya.
ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) merupakan organisasi profesi di bidang pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya. Bertujuan menyumbangkan tenaga dan pikiran kepada pembangunan pendidikan Nasional secara profesional agar lebih terarah, berhasil guna dan berdaya guna, melalui pengembangan dan penerapan Ilmu Pendidikan untuk kemajuan dan kepentingan Bangsa dan Negara. Kepengurusan ISPI berjenjang dari tingkat pusat, tingkat daerah propinsi, dan tingkat cabang kabupaten. Melihat tujuan ISPI tersebut, nampaknya harapan besar tertuju pada kiprah ISPI, sejauh mana dapat meningkatkan kualitas pendidikan kita.
Khusus di Cilacap, menurut saya ada beberapa proyek besar terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan, utamanya peningkatan profesionalisme guru. Di antaranya adalah:
1. Peningkatan penguasaan IT bagi guru
Seperti diketahui, selama ini penguasaan terhadap IT (Teknologi Informasi = internet) oleh guru di Cilacap masih rendah. Jarang sekali ada guru yang memanfaatkan teknologi ini dalam pembelajaran di kelas, bahkan untuk hanya sekedar berkomunikasi. Dari sekian ribu jumlah guru di Cilacap, masih hanya beberapa saja yang sudah punya e-mail, akun facebook, tweeter, blog, atau situs, dan menggunakannya untuk berkomunikasi atau dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
2. Peningkatan kemampuan menulis
Kemampuan menulis, terutama dalam menciptakan karya ilmiah, masih rendah. Ini dapat dilihat dari realitas bahwa masih sangat sedikit guru yang bisa mencapai golongan ruang IV/b, yang sebagian besar terganjal aturan pengembangan profesi yang di antaranya adalah menciptakan karya ilmiah.
Pemberian pelatihan secara intensif barangkali dapat mengatasi persoalan-persoalan di atas. Tentu saja, model pelatihannya harus benar-benar intensif, sehingga akan dihasilkan guru-guru yang profesional.
ISPI Cilacap, sebagai organisasi independen, diharapkan dapat menjadi motor penggerak bagi pengembangan profesionalisme guru di Cilacap. Semoga.

Penulis adalah Alumnus IKIP Yogyakarta
Aktif mengajar di SMP Negeri 2 Kroya
Saat ini menjabat sebagai Sekretaris ISPI Cabang Cilacap