Senin, 30 Agustus 2010

POST POWER SYNDROME


Oleh : FX. Suparta

Bagi yang baru memulai karir, Post Power Syndrom bisa jadi belum pernah terlintas di benaknya. Seandainya pernah menyelinap di sanubari –pun, mungkin orang akan mengatakan ”Ah, itu sesuatu yang masih lama, dan belum tentu saya menjadi buruk karenanya, mengapa harus dipikirin? Daripada energi tercurah buatnya, lebih baik buat mengembangkan diri dalam karir”. Namun bagi mereka yang mendekati purna tugas, atau putus hubungan kerja (PHK) atau bagi mereka yang kehilangan jabatan, realita itu secara signifikan bisa menyita energi dan waktu hidupnya untuk menyikapinya.
Post Power Syndrom adalah syndrom atau gejala-gejala pasca kekuasaan. Gejala yang terjadi pada orang-orang yang tidak lagi menjabat di sebuah orgasisasi/perusahaan. Gejala itu bisa menyeruak pada ranah psikis maupun fisik, dan berpengaruh pada tingkah lakunya. Gejala ini pada umumnya bersifat negatif. Orang yang mengalami Post power Syndrom, secara psikis emosinya dapat menjadi labil, mudah tersinggung, merasa kesepian, dan adanya perasaan tidak berharga. “Saya sudah pernah menjadi peserta terbaik di diklat regional dan sudah menorehkan banyak prestasi, toh tidak kepakai juga”, kilah seorang yang kehilangan jabatannya.
Secara fisik, mereka yang mengalami post power syndrome nampak sering sakit-sakitan, tampak murung dan tubuh menjadi lemah. Pancaran pesona diri seakan ditelan mendung fakta kehidupan yang mereka hadapi. Perilaku sosial, mereka cenderung untuk menarik diri dari pergaulan, mereka mudah terjebak pada pola-pola kekerasan, baik berupa kata, ataupun tindakan. Kontrol diri menjadi rentan karena dominasi emosi atas rasionya. Namun, seluruh gejala itu bobotnya berbeda bagi masing masing orang yang mengalaminya.
Semua realitas di atas dapat terjadi karena pada diri seseorang mengalami krisis pertumbuhan. Mereka mengalami diri tidak berdaya ketika berhadapan dengan fakta bahwa jabatan dapat datang dan pergi. Mereka dengan senang hati menyambut jabatan baru tetapi mereka tidak siap diri ketika kehilangan jabatan yang dimiliki. Hidup yang mendasarkan harga diri pada sebuah jabatan akan mengalami kehampaan makna ketika jabatan itu tidak lagi melekat pada dirinya.

Apa yang harus dilakukan?
Semua orang yang pernah berkarir mendambakan post power happy, tetapi fakta menunjukkan banyak orang tidak mudah untuk merengkuhnya. Dan yang terjdi adalah post power syndrom. Hal itu terkait dengan berkurangnya pengaruh mereka dalam kehidupan (atau sekurang-kurangnya menurut anggapan mereka sendiri) dan berkurangnya perolehan financial akibat dari hilangnya jabatan mereka. Tidak mudah memang, tetapi menurut penulis ada langkah-langkah antisipatif yang bisa mengurangi dampak negative dari post power syndrome, sebagai berikut.
Pertama, membangun kesadaran signifikan dan Kontinyu bahwa Jabatan adalah amanah/titipan-Nya. Sebuah titipan pasti suatu ketika di minta kembali. Titipan tidak pernah abadi. Ada saatnya diberi, dan ada saat diambil. Kewajiban yang dititipi adalah menjaga agar titipan itu tetap baik dengan cara membuka tangan dan hatinya digunakan sebagai perpanjangan Tangan dan Hati-Nya.
Kedua, menjaga diri dari semangat hidup yang mendewakan materi, dan konsumerisme. Dengan semangat hidup sederhana selama menjabat, dapat mengantisipasi hal-hal financial ketika harus kehilangan jabatan.
Ketiga. memgembangan kesadaran bahwa dalam keadaan apapun juga: senang-sedih, suka-duka, untung-malang, punya jabatan atau tidak, setiap orang tetap dicintai oleh Penciptanya. Ungkapan bijak mengajarkan kepada manusia untuk meresapkan dan melihat dengan seksama, betapa baik-Nya Tuhan. Dia Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, tidak mengurangi satu inchi-pun kasih-sayang Nya kepada ciptaan-Nya. Dia menunggu rasa syukur ciptaan-Nya menjadi penuh dalam segala hal. Manusia yang senantiasa memuji dan bersyukur kepada-Nya dalam segala hal dapat menyembuhkan luka-luka batinnya.
Keempat membangun jiwa yang ikhlas. Dengan menyiapkan secara baik “anak-buahnya” untuk menjadi pemimpin masa depan ketika menjabat, melatih diri menjadi ikhlas ketika suatu ketika jabatan itu diambil darinya.
Kelima, menggunakan momentum selama menjabat sebagai deposito kebajikan, sehingga tangki emosinya dipenuhi oleh kekayaan batin yang berharga. Dan, ketika bencana emosional melandanya, tangki emosi itu tidak kekurangan ungkapan kepasrahan kepada-Nya dengan berkata “Pada –Mu kuserahkan yang Kau- minta, “
Ke enam, tetap berkarya meski berduka, tetap semangat meskipun gairah meredup, dan tetap berbakti meskipun sedang diuji adalah pertanda kekuatan karakter seseorang. Sebab kebenaran mengajarkan bahwa orang bekerja tidak mengabdi pada jabatan, melainkan jabatan harus melayani kesejahterakan hidup sesama. Dan bila begitu tunggu apa lagi, soal rejeki ada ditangan-Nya .Seseorang hanya diminta mengenali rahasia kemurahan-Nya dengan bekerja, mengeksplorasi potensi diri dengan kesungguhan dan dengan ketulusan.
Ketujuh, menghentikan cerita lama tentang sukses menjalani kekuasaan dan menggantinya dengan kisah baru berupa rencana-rencana matang melayani kehidupan, sebab hidup tidak bergerak mundur melainkan ke depan, yang memiliki problematikanya sendiri. Dan benarlah ungkapan bahwa seseorang yang ingin menjadi besar hendaknya menjadi pelayan mereka yang kecil.
Selain ketujuh upaya di atas, adanya dukungan empatif dari keluarga, lingkungan dan teman sejawat /koleganya, membantu meringankan beban batinnya untuk bangkit menyongsong pekerjaan baru bagi perkembangan hidup yang lebih bermakna. Semoga.

Penulis adalah mantan Kepala Sekolah,
Sekarang bertugas sebagai guru SMP N 2 Kroya.

4 komentar:

  1. Selamat buat pak Suparta yang mampu melewati masa-masa kritis akibat dampak post power sindrome. Kami, rekan satu unit tugas sangat menunggu ide-ide kreatif demi kemajuan sekolah.

    BalasHapus
  2. Selamat Pak, mana tulisan yang lainnya..
    tak tunggu loh ..!

    BalasHapus
  3. Cici-SMAN 1 Adipala9 November 2010 pukul 14.33

    The dedication to country not only in the box named institution, school etc but We can dedicate in all places in God's earth. Goog Luck, Mr. Suparta...

    BalasHapus
  4. @Cici; Very good.... thank you...

    BalasHapus